17 October 2013

Andi dan Kisah Takbirannya

Berapa berharga momen takbiran buat Anda? Apa artinya takbiran bagi Anda? Apakah ia hanya momen berpesta? Apakah ia hanya momen menabuh gendering? Apakah ia momen melakukan konvoi? Tentu tidak sekedar itu jika kalian bertanya pada Andi. Baginya takbiran lebih besar artinya dari sekedar itu. Ia menemukan makna baru dari sebuah takbiran sekitar 5 tahun yang lalu. Tepat setahun kepergian sang nenek, lengkap menutup kisah seorang cucu tanpa kakek dan nenek.
Lebaran Idul Adha pertama tanpa kakek dan nenek. Di situ ia mulai memikirkan sesuatu hal yang sebenarnya sudah terjadi beberapa tahun terakhir setelah meninggalnya Sang Kakek. Tapi, baru saat itu tepat 5 tahun lalu ia memikirkan hal itu. Andi memiliki seorang paman tertua yang semenjak Sang Kakek meninggal dunia ditunjuk memimpin takbiran selepas Idul Adha di rumah keluarga besarnya. Suatu hal yang pasti terjadi itu adalah Sang Paman tidak pernah lancar memimpin takbir. Bukan karena ia tidak hafal atau tidak fasih, tapi karena ia selalu terisak sambil menangis ketika bertakbir. Andi dan sepupu-sepupu sebaya dan yang lebih muda jelas tidak paham akan hal itu. Bahkan seorang adik sepupu pernah iseng sekedar bertanya polos, “Paman kok cengeng, Ma?”
Andi muda belum paham dengan apa yang terjadi saat itu. Tahun berikutnya, mereka kedatangan adik Paman yang bertugas di luar kota. Sebuah kunjungan yang jarang terjadi mengingat letak kota tempatnya bertugas yang sangat jauh. 3 hari 3 malam perjalanan darat dan disambung dengan semalam menggunakan perahu. Sebuah kehormatan untuk memimpin takbiran pun dilimpahkan kepada beliau. Tanpa diduga-duga. Paman yang satu ini pun juga melakukan hal yang sama, terisak setiap kalimat takbir ia kumandangkan. Lagi-lagi hal ini terjadi di momen yang sama. Otak Andi mulai bertanya-tanya. Tapi, ia menyimpan pertanyaan itu dalam hati sambil terus mengikuti takbiran dan tentunya makan-makan setelahnya.
3 tahun kemudian hal itu masih terus terjadi. Pemandangan yang sama hingga Andi memberanikan diri menanyakan pada ibunya yang merupakan adik dari Si Paman. “Ma, paman kenapa selalu menangis kalau takbiran?”
Dengan bijak Si Ibu menjawab, “Dulu kakekmu semasa hidupnya yang memimpin takbiran setiap lebaran sejak mama kecil.”
Sebuah jawaban sederhana yang kemudian membuat Andi berpikir jauh ke belakang. Sosok ayah yang sangat melekat di ingatan Sang Anak. Itu kesimpulan sementara Andi. Betapa Sang Anak merindukan sosok ayah. Jawaban ini juga diperkuat oleh kalimat setelah Si Paman memimpin doa, “Abang ingat bapak duduk di sini memimpin takbir.” Nuansa haru pun terllihat di setiap wajah paman dan bibi Andi, bahkan di wajah sepupu-sepupu Andi yang mungkin ada beberapa yang tidak sempat bertemu Si Kakek.
Dua tahun berjalan, Si Paman dipanggil menemui ayah dan ibunya. Kejadian yang cepat dan tidak diduga-duga oleh keluarga besar Andi. Bahkan tetangga sekalipun yang pada waktu salat subuh berjamaah masih berjumpa dan berbincang-bincang dengan beliau. Kuasa Tuhan tiada berbatas, tiada yang bisa menyangkal datangnya maut. Sebuah perpisahan bagi keluarga besar Andi, tapi perjumpaan lagi bagi Sang Anak dengan orang tuanya.
Tahun ini karena paman pertama sudah meninggal, kemudian paman kedua berada di kotanya. Maka, adalah giliran paman ketiga yang memimpin takbiran. Hey, dan ternyata kejadian itu pun terjadi lagi. Sambil menahan tangis dan haru, gema takbir berkumandang di ruang tengah rumah kakek Andi. Setelah takbiran Si Paman berujar, “Aku ingat Abang yang memimpin takbir tahun lalu di sini.” Suasana haru pun menyelimuti keluarga besar Andi saat itu. Begitu dalam arti takbiran bagi mereka. Begitu dalam pula arti keluarga bagi mereka. Sekarang Andi tidak pada posisi memberikan kesimpulan sementara. Ia sudah pada kesimpulan akhirnya. Betapa mereka begitu mencintai keluarganya.
Mungkin umur tidak bisa ditebak, mungkin juga perpisahan tidak bisa ditolak, tapi cinta itu akan selalu ada bersama mereka yang memeluk erat cinta pada keluarganya. Ketika kita masih sempat untuk mencintai orang tua kita, saudara kita, kakek dan nenek kita, maka sayangilah mereka dan berikan yang terbaik bagi mereka. Tunjukkan pada mereka selagi kalian dapat bertatap muka bahwa kalian mencintai mereka dan ingin membahagiakan mereka. Sederhana kawan. Tidak lebih sulit dari sekedar memberi perhatian, keluarga tidak akan meminta banyak. Mereka hanya ingin yang terbaik buat kita, itulah kebahagiaan mereka. Bahagiakanlah mereka selagi kalian masih dapat menemuinya setiap hari.

Oleh D. Sudagung
18 Oktober 2013

No comments: