30 November 2013

Lihatlah Rembulan

Jika saat ini engkau tertunduk lemas
Lihatlah rembulan yang bersinar
Ia benderang indah walaupun gelap

Jika sekarang kau merasa sedih
Lihatlah sebait kata ini
Aku akan ada menghiburmu

Jika kau tersesat malam ini
Lihatlah tangan yang kuulurkan untuk menemanimu berjalan
Jangan biarkan malam merenggut senyummu
Senyumanmu lah yang harus melenyapkan gelap

Oleh D. Sudagung
30 Nopember 2013

29 November 2013

Saat Itu dan Kini

Saat itu aku pernah bertanya, "Apakah jalan kita akan bertemu?"
Saat ini aku merasa jalan ini mulai bertemu
Saat kamu mulai datang di hariku
Sekarang aku bertanya, "Apakah kamu juga merasakan hal yang sama?"
Ijinkan aku menumbuhkan rasa untukmu dan biarkan ia sampai dan menyentuh hatimu

Oleh D. Sudagung
30 Nopember 2013

Kamu Indah

Kamu indah dengan senyum menggantung di wajahmu
Kamu indah dengan tawa lepas yang mempesona
Kamu indah karena kamu ada mengisi sepiku

Biar aku membingkai senyum itu dalam ingatan
Serta mengingatmu dalam hati
Dan biarkan aku mengucapkan cinta padamu

Oleh D. Sudagung
29 Nopember 2013

Ijinkan

Ijinkan aku memiliki lagi cinta
Saat dapat tersenyum karena hadirnya
Saat dapat tertawa karena kelucuannya

Ijinkan aku memiliki cinta
Saling berbagi dan duka
Beriringan dalam hidup

Ijinkan aku menemukan senyuman itu lagi

Oleh D. Sudagung
29 Nopember 2013

Akankah dan Adakah

Kamu yang tersenyum begitu menawan
Tatapan matamu indah
Tawamu membagi kebahagiaan
Hadirmu warnai hari-hariku
Akankah itu cinta? Adakah itu cinta?

Oleh D. Sudagung
29 Nopember 2013

Suatu Hari di Kursi Stasiun Kereta

Apakah itu kamu?
Yang duduk di ruang tunggu stasiun kereta
Engkau yang duduk membelakangiku
Terlihat seperti punggung yang ku kenal
Caramu duduk dan menunggu
Mengingatkan akan seseorang yang telah lama pergi
Bahkan tampak samping itu dia
Inikah hadiah Tuhan atas kerinduan itu
Sebuah pertemuan yang cukup mengobat rindu

Oleh D. Sudagung
29 Nopember 2013

Di Ujung Jalan

Dan ia mengendap di dasar lautan
Tertimbun hamparan pasir
Ia yang dulu bertahta
Kini hanya pelengkap kisah sejarah

Dan ia mulai usang
Termakan putaran waktu
Ia terkikis diamnya kata
Tanpa frase dan kalimat
Ia hanya menyisakan kosong tanpa berisi lagi

Ia yang telah dan akan berlalu
Perlahan menghilang dari hati
Dari koma ia cenderung titik

Oleh D. Sudagung
27 Nopember 2013

Waktu Tak Tepat

Kamu datang tak tepat waktu
Saat aku mulai melangkah
Bukan saat aku berdiam menantimu

Aku pergi tak tepat waktu
Saat kamu memberi jeda pada pertemuan kita
Bukannya tinggal saat kamu datang dengan senyuman

Atau waktu yang memang tak tepat mempertemukan jalan kita
Atau memang waktu juga enggan melihat kita melangkah lebih jauh
Atau waktu hanya ingin melihat kita seperti sekarang
Ada untuk bertukar canda dan senyuman tanpa ia ada membawa cinta

Oleh D. Sudagung
22 Nopember 2013

Pantaskah

Kenapa kamu datang saat hatiku tengah beralih?
Jangan salahkan hatiku berbalik arah
Kini ingatan tentangmu memenuhi hari
Meskipun kamu tak ada di hadapanku
Tapi ingatan dan hati ini memutar kenangan tentangmu
Tidak lagi dia, tapi kamu

Apa aku akan selalu memujamu dalam gelapku?
Atau ku dobrak saja istana yang mengelilingimu
Biar ku mati dalam usaha mendapatkanmu
Apakah itu pantas bagiku?
Apakah itu juga pantas bagimu?

Oleh D. Sudagung
24 Nopember 2013

Semu

Setiap tawa itu hanya sesaat
Setiap bahagia itu juga sesaat
Seperti bola yang bundar
Ia menempati bawah dan atas dalam hitungan detik

Oleh D. Sudagung
10 Nopember 2013

Harga Kesombongan

Lagi-lagi ia terjatuh terperosok di tengah jalanan
Tersengal-sengal melangkah
Dulu ia mampu berlari kencang
Tapi ia lupa dahulu ia hanya bisa merangkak
Kesombongan membunuh langkahnya
Saat inilah dia baru sadar dirinya yang lemah

Oleh D. Sudagung
9 Nopember 2013

Jakarta, Nasibmu Kini


Menikmati indahnya Jakarta
Yang terlihat hanya kendaraan dan gedung tinggi
Macet
Yang terdengar hanya suara klakson dan kendaraan
Hijau susah ditemui
Kota ini mungkin tidak akan pernah tidur
Menopang hidup manusianya

8 Nopember 2013

Hey Nona

Hey Nona
Bolehkah aku menyapamu malam ini?
Bolehkah aku menyapamu esok pagi?
Atau bolehkah aku menyapamu di waktu senja?

Hey Nona
Akankah senyumanmu itu untukku?
Senyum indah yang bersanding di wajahmu
Senyuman yang memadukan indah parasmu

Hey Nona
Bolehkah aku ada dalam harimu?
Atau bolehkah aku hadir menyapa dalam malammu?

Hey Nona
Jika kamu berkenan
Bolehkah aku meminta sedikit cahaya harapan
Agar hati bisa saling bicara menjalin asmara

Hey Nona, ku tunggu jawabmu

Oleh D. Sudagung
4 Nopember 2013

Kisah Rembulan dan Mentari

Pernahkah kalian memperhatikan rembulan?
Begitu sabar ia menanti datangnya malam
Sekalipun malam tak berbintang
Rembulan akan selalu tetap mengarungi malam seorang diri
Kendati awan gelap menghalangi
Rembulan tetap menanti waktunya datang menerangi malam

Begitu pun mentari
Yang selalu bersabar menunggu waktu pagi
Meski malam  terasa panjang
Mentari akan selalu menanti waktu menyinari pagi

Ini nasihatku pada diriku yang tak jua sabar
Bila tepat waktunya, ia pasti akan datang

Oleh D. Sudagung
4 Nopember 2013

Dilema Penulis

Sekali lagi ceritanya berakhir
Dan entah akan diawali dengan kalimat apa
Kata yang ada belum cukup
Bahkan untuk sekedar mengawali
Apakah ini pertanda?
Hanya saja aku bukan orang yang ahli memaknai tanda

Mungkin biarkan saja tintanya mengalir
Jangan kau curahkan semua yang ada
Karena nantinya ia hanya akan menjadi luberan tinta
Bukan lagi kisah indah bertabur kalimat mempesona

Oleh D. Sudagung
3 Nopember 2013

Masalah Hati Memang Selalu Rumit

Tak ada yang tahu kemana langkah kakinya esok
Tapi kita bisa memimpikannya

Tiada menyangka akan bertemu senyumannya
Seketika ia hadir walau sesaat
Tapi namanya terkenang selalu

Adakah nanti jalan kita bertemu?
Kini biar waktu yang menjawab
Karena sebaik-baik cinta adalah yang sabar menunggu waktu yang tepat
Masalah hati memang selalu rumit

Oleh D. Sudagung
3 Nopember 2013

Arti Tatapan

Mana ada senyuman itu
Mana ada sentuhan itu
Yang ada kamu duduk menatap dari kejauhan
Bahkan kita tak beradu mata
Entah kemana kau menatap sebenarnya

Oleh D. Sudagung
28 Oktober 2013

Jika Aku Tanpamu

Kau adalah alasan ku untuk tetap hidup
Tanpa kau, dia terasa lebih indah

Oleh D. Sudagung
25 Oktober 2013

Dua Kenikmatan Perjalanan

Dua kenikmatan sebuah perjalanan
Ketika kita melangkah bersama sahabat
Menelusuri jalan yang asing
Mencari setiap petunjuk untuk melanjutkan perjalanan
Perjalanan itu juga mengajarkan kita bersyukur
Ia mengajarkannya lewat mengamati dan merenungi setiap kejadian selama perjalanan
Jangan lewatkan dua nikmat ini dalam setiap perjalananmu, kawan!
Pelajaran berharga dari hal yang sangat ada di sekitar kita

Oleh D. Sudagung
24 Oktober 2013

Ku Harap Segera Berlalu

Ku buka mata
dari gelap menjadi benderang
Cahaya pagi menerobos ke dalam ruangan

Tak ada yang berubah dari tubuhku
Tapi ada yang berubah di hatiku
Ada yang tak sempurna

Ku biarkan seperti itu
Sampai suatu saat sebagian hati itu terisi dengan sempurna
Menyempurnakan nikmat Tuhan padaku

Kini ku pejamkan lagi mata ini
Berharap waktu segera berlalu

Oleh D. Sudagung
24 Oktober 2013

Cinta Diawali Sebuah Alunan Biola

Alunan suara biola memenuhi pagi itu. Dari salah satu jembatan penyebrangan di ibukota. Di bawahnya berjalan tiga pemuda dengan seribu cita-cita mengisi waktu di akhir minggu. Meskipun ketiganya tampak berbeda, namun satu yang sama di pagi itu, suara biola itu membuat mereka berpikir tentang cinta.
Pemuda pertama langsung tersentak saat ia mendengar alunan musik itu. Bukan karena indahnya saja, tapi karena lagu yang dimainkan adalah lagu kenangan dengan kekasihnya yang dahulu. Sebuah lagu yang dulu tiap malam Minggu dimainkan dengan gitarnya. Bahkan lagu itu masih mengisi hari-harinya sampai sekarang, walaupun sang kekasih sudah jauh pergi entah ke mana. Seketika dunia serasa berhenti dan putaran waktu pun ikut berhenti bagi pemuda itu. Hancur semua pertahanannya yang dibuat dari mulai meninggalkan kota kenangannya menuju ibukota. Ia yang tanpa sadar menghentikan langkah, lalu hanyut dalam alunan musik itu.
Lain lagi kisah pemuda kedua. Saat lagu itu mulai berbunyi yang dia lakukan adalah mencari sumber suara merdu itu. Terkesima dan bahagia. Bagaimana tidak, itu adalah lagu kesukaan sang kekasih. Merdu sekali. Tiada ada momen yang lebih indah dari pagi ini. Baru saja mereka bertemu semalam dan sekarang harus mendengar alunan musik seindah ini semakin membuatnya tersenyum lepas. Berbunga hatinya, dengan pasti ia melangkah menaiki jembatan penyebrangan itu.
Kini di saat yang sama pemuda ketiga yang tiada pernah berkekasih melengkapi kisah keduanya. Ia ibarat irisan kedua kisah di atas. Ia yang sedih karena sampai sekarang tidak berkesempatan mempunyai kekasih dan ia yang bersemangat untuk mencari seorang kekasih. Saat suara biola itu mulai berbunyi yang muncul di benaknya adalah perasaan iri karena dia belum pernah merasakan romansa berdua dengan kekasih. Ia membayangkan cerita-cerita kawan mengenai masa indah menikmati waktu berdua dengan alunan musik merdu seperti ini. Hancur remuk, tapi sebenarnya itu tidak lebih remuk dibandingkan kisah pertama. Ia tidak lama larut dalam alunan lagu itu karena sejurus kemudian ia mendapatkan aura positif seperti kisah kedua.
“Andaikan aku punya kekasih, pasti indah menyanyikan lagu ini bersama.”, ujarnya dalam batin.
Sebuah kalimat yang mengembalikan jiwa si pemuda ketiga pada hari itu. Tegaklah kepalanya memandang dunia dan menaiki tangga itu. Sambil tersenyum membayangkan wajah kekasih yang samar-samar itu dia menaiki tangga tanpa beban. Memang tak secepat langkah pemuda kedua, namun ia juga tak selambat langkah pemuda pertama.
Itulah cinta. Satu rasa yang memberikan begitu banyak cerita. Hanya karena sebuah gesekan biola yang mengalunkan musik indah, ia kemudian menjelma menjadi 3 kisah yang menghiasi pagi. Semua bermula dari sebuah alunan biola.
Oleh D. Sudagung
17 Nopember 2013

Pengamatan Si Pengukur Jalan

Pernahkah kita memperhatikan kondisi di jalan raya akhir-akhir ini?

Saya dalam satu tahun terakhir berpikir-pikir atas apa yang saya amati dari rutinitas berkendara di Kota Bandung dan sekitarnya. Adalah fakta bahwa aturan-aturan di jalan semakin ditinggalkan, tanda tidak boleh parkir, tanda tidak boleh stop, dilarang memutar, menyebrang jalan sembarangan, menerobos lampu merah, tidak mengenakan helm, melawan arus, dan sebagainya.


image


image


image


Suatu hal yang menjadi perhatian saya adalah mengenai hubungan pejalan kaki dan pengendara kendaraan bermotor. Sering sekali saya temui pengendara motor dan mobil tidak memberikan hak pada pejalan kaki untuk menyebrang. Jangankan untuk pejalan kaki, sering kali sesama pengadara kendaraan tidak mau mengalah. Hal ini sudah menjadi kejadian yang sering terjadi menunjukkan bahwa sesama pengguna jalan saling tidak menghormati.

Namun, satu hal yang unik dan menarik perhatian saya dari hubungan pejalan kaki dan pengendara kendaraan adalah pejalan kaki juga terkadang tidak menghargai pengguna jalan yang lain atau bahkan dirinya sendiri. Pernyataan ini muncul di benak saya saat saya sering melihat kejadian orang-orang yang menyebrang sembarang tempat, orang-orang yang menyebrang di lampu merah saat lampu lalu lintas berwarna “hijau”.


image


Untuk kejadian yang pertama, dalam beberapa kasus saya melihat masalahnya bisa muncul karena dua hal. Pertama, kebiasaan dari orang-orang yang mengabaikan zebra cross dan jembatan penyebrangan. Ada kecenderungan “ngoboi” atau semau-maunya di jalan, dan tidak hanya dilakukan oleh pengendara motor tapi juga dilakukan oleh pejalan kaki. Kedua, dalam beberapa kasus pejalan kaki tidak diberi tempat untuk menyebrang jalan. Salah satu yang saya perhatikan adalah jarak antar zebra croos terlalu jauh. Kalau mau menyebrang harus berjalan agak jauh sehingga tidak praktis, mungkin ini yang ada di benak beberapa pejalan kaki. Saya mengamati dari mulai zebra cross di depan kampus IKOPIN, Jatinangor, sampai dengan depan kampus UNPAD, Jatinangor tidak tedapat zebra cross. Logisnya, muncul pertanyaan bagaimana mahasiswa UNPAD menyebrang jalan jika tidak ada zebra cross? Bukankah ini artinya kita mengambil hak perlindungan bagi para penyebrang jalan?

Kejadian yang kedua adalah salah satu kejadian paling unik yang membuat saya berpikir bahwa pejalan kaki juga sudah tidak teratur di jalan. Tertular oleh kebiasaan para pengguna motor dan mobil yang cenderung melanggar lampu lalu lintas. Beberapa kali saya melihat orang-orang yang menyebrang saat lampu lalu lintas berwarna hijau. Seolah-olah karena menganggap mendapat hak special di jalan, mereka menggunakan kekuasaan itu untuk melanggar aturan.

Jika kita melihat kejadian-kejadian yang terjadi di jalanan yang semakin padat, macet, dan tidak teratur dapat saya tarik satu kesimpulan bahwa pengguna jalan tidak sabaran. Ketidaksabaran ini yang membuat kita tidak menghargai pengguna jalan yang lain. Untuk itu kita harus mulai mengintrospeksi diri. Apakah kita semua tidak mendambakan jalan yang lancar dan teratur? Lantas apa yang bisa kita ubah dari perilaku kita saat ini?

Upaya pertama adalah mengembalikan kembali budaya saling menghargai di jalan. Semua pengguna jalan memiliki haknya yang harus kita hargai. Sikap saling menghargai ini harus diterapkan kembali dalam diri kita masing-masing.

Lantas, untuk masalah penyebrangan jalan apa yang dapat kita lakukan? Suatu ide yang saya rasa bisa diterapkan dalam menyikapi hal ini adalah menggalakkan budaya menyebrang pada tempatnya. Pada tempatnya berarti tempat dalam arti fisik dan tempat dalam arti waktunya. Zebra cross dipertimbangkan lagi jarak dan penempatannya sehingga pejalan kaki diberikan haknya untuk menyebrang. Jika jalan tersebut dirasakan terlalu berbahaya untuk disebrangi, ada baiknya jembatan penyebrangan dibuat seperti di depan kampus UNPAD.

Kemudian, yang kedua adalah mempromosikan budaya menyebrang yang baik. Kita bisa mulai dengan memberikan plang “menyebrang di sini” di setiap tempat penyebrangan jalan. Kita mulai dengan ajakan dan jangan lupa dengan mulai merubah diri kita. Satu kalimat yang sangat bagus adalah “Kalau mau merubah dunia, jangan lupa untuk mulai dengan merubah diri sendiri.” Kalau satu per satu kita sudah bisa membudayakan tertib, kita tunggu waktunya langkah-langkah kecil itu menjadi ombak yang menggulung dan merubah kebudayaan tidak teratur saat ini.

Oleh D. Sudagung
5 November 2013

Laskar Payung Cihampelas

Pernahkah kalian melihat langit gelap?
Pernahkah kalian meneteskan hujan?
Pernahkah kalian melihat senyuman di saat itu?
Sebagian kita mengumpat akan datangnya hujan
Hanya menyumpah dan melipat wajah

Lihatkah kalian sekumpulan anak yg tersenyum bahagia?
Tertawa mereka menikmati hujan
Karena kita saatnya mereka meraup recehan
Dari sebilah payung yang disiapkan sedari cerah
Mereka menemani langkah kalian yang mengumpat datangnya hujan yg membasahi
Merekalah laskar payung Cihampelas

Oleh D. Sudagung
21 Oktober 2013