31 May 2013

Surat Cinta Untuk Persipon

Keprihatinan saya terhadap perkembangan klub sepakbola kota kelahiran saya, Persipon, muncul sejak 2010. Dua hal yang menjadi alasan adalah pertama saya menemukan ketika sedang melintasi jalanan di Pontianak ada lebih dari 3 orang memakai jersey Persib Bandung. Kedua, saat saya di Bandung iseng ingin mencari tahu tentang Persipon dari sini lewat internet. Website resmi tidak punya, akun twitter punya tapi kurang update, halaman facebook Persipon saat itu belum ada. Jadi saya hanya mengumpulkan informasi dari cuplikan-cuplikan berita di koran-koran online. Bahkan untuk mencari yang menjual jersey Persipon juga sangat sedikit. Bahkan saat saya pulang kampung ke Pontianak, berita tentang Persipon mungkin hanya ada di salah satu sudut koran ibukota. Bahkan tahun lalu untuk membeli pernak-pernik atau jersey Persipon saja saya hanya dapat menemukan saat Persipon bertanding. Saat sedang tidak ada pertandingan praktis susah sekali mencari pernak-pernik tersebut. Kesimpulan saya saat itu info dan keberadaan Persipon sangat minim.
Selang 2 tahun sampai sekarang di tahun 2013 saat Persipon menjadi salah satu tim promosi ke Divisi Utama LPI. Saya kembali tergerak untuk mengikuti perkembangan klub ini. Sedikit berdecak kagum karena ternyata saya menemukan fanpage facebook yang sangat aktif. Suatu peningkatan dalam benak saya. Namun, akun twitter yang saat ini menjadi media yang cukup digemari tidak mengalami peningkatan berarti. Untuk website, masih belum ada sampai saat ini. Salah satu berita yang saya baca saat itu adalah Persipon terancam tanpa sponsor. Cukup terkejut karena bagaimana suatu klub di liga tanpa sponsor. Mungkin Barcelona pernah melakukan tradisi tersebut, tapi itu adalah Barcelona dengan nama besar dan sederet prestasi internasional yang wah. Meskipun tampaknya Bank Kalbar bersedia menjadi sponsor karena logonya terpampang di jersey away tim.  Dengan tidak mengecilkan Persipon, tapi apalah nama Persipon di belantika persepakbolaan Indonesia? Bahkan di lingkungan pertemanan kampus di mana masing-masing mengidolakan klub asal daerahnya, ya Persipon hanya masuk dalam list terbawah kalau dirunut popularitasnya. Cenderung menjadi bahan ledekan atau ejekan, “Persipon emangnya maen di mana?” dan sebagainya.
Tapi, terdapat dua berita lain yang menggembirakan yaitu Persipon menjuarai turnamen di Sarawak dan bergabungnya legenda sepakbola Indonesia Kurniawan Dwi Yulianto. Dua berita ini menurut saya merupakan suatu angin segar bagi persepakbolaan Pontianak dan Kalimantan Barat pada umumnya. Dengan segenap pengalamannya mudah-mudahan Kurniawan bisa menggairahkan lagi sepakbola di Pontianak. Bukan tidak mungkin dengan relasi-relasinya yang ada Kurniawan juga ikut mempromosikan Pontianak dan Persipon secara sengaja maupun tidak sengaja. Nilai plus untuk klub kebanggan buda’ Pontianak.
Maka dari itu saya tergerak untuk memberikan beberapa masukan yang menurut saya dapat mendorong kemajuan tim. Pertama, kita mengaktifkanfansclub melalui kegiatan kopdar dan organisasi pendukung yang baik. Bukan rahasia lagi kalau Persib Bandung sangat dicintai Bobotohnya. Ini yang membuat saya iri ketika saya tinggal di Bandung dan hampir semua lapisan tahu dan cinta dengan Persib, mulai dari anak kecil sampai aki-aki (kakek-kakek). Salah satu hal sederhana yang mungkin belum ada di Pontianak, bahkan tahu saja sudah syukur-syukur. Makanya dengan mengaktifkanfansclub  ini akan dibarengi dengan beberapa kegiatan dari para pendukung untuk mempromosikan Persipon di lingkungan masing-masing dan di Kota Pontianak khususnya. Ibarat mata rantai yang tidak pernah putus, jika 1 pendukung Persipon mempromosikan kepada 2 orang saja dan anggaplah pendukung Persipon ada 500 orang. Maka, dalam 1 kali promosi akan terdapat 1000 pendukung baru. Ini memang hanya hitungan kasar, tapi bukan tidak mungkin. Setelah mereka tahu, selanjutnya diikuti dengan beberapa kegiatan promosi lainnya yang membuat mereka tambah tahu hingga jadi cinta. Tak tahu maka tak cinta bukan?
Kedua, kita manfaatkan informasi dan teknologi dengan menggiatkan pemberitaan di dunia maya. Informasi online dapat melalui pembuatan website, pengaktifan info di twitter, dan memelihara berita-berita update di fanpage facebook. Tiga media ini saja dahulu pada tahap awal jika dipertahankan keberadaannya akan meningkatkan informasi tentang Persipon di dunia maya. Bukan rahasia juga kalau manusia Indonesia sangat gemar facebook-an dan twitter-an. Menulis saja di tiga media tersebut, makin banyak menulis makin banyak yang terpaparkan informasinya. Dalam hal ini butuh tim pengumpul informasi dan penyebar informasi yang punya semangat dan dedikasi tinggi. Setidaknya saat ini sudah ada fanpage Persipon (http://www.facebook.com/pages/Persipon/270556003021787?fref=ts) dan twitter @persipondotcom.
Ketiga, seperti yang saya pernah baca di komik-komik Jepang di mana salah satu upaya untuk mempromosikan klub adalah membuat fan day. Kegiatan ini adalah temu fans yang berisi kegiatan ramah tamah antara seluruh bagian dari Persipon mulai dari pemain, pelatih, manajemen, dengan para pendukung. Acara semacam ini juga sering dilakukan oleh Persib Bandung di Bandung. Kita mulai dari ramah tamah kecil-kecilan dulu saja. Bisa diisi dengan hiburan di mana para pemain dan pendukung bernanyi bersama atau makan bersama. Intinya memperkenalkan Persipon ke masyarakat dengan kesan yang merakyat.
Keempat, saya istilahkan kita jemput bola. Saya namakan kegiatan ini “Persipon masok sekolah”. Kenapa ke sekolah? Karena di sekolah terdapat anak-anak muda yang bisa menjadi bibit-bibit pemain atau bibit pendukung di masa depan. Kalau dari kecil saja tidak tahu, bagaimana besarnya mereka tahu ada klub sepakbola bernama Persipon di kota mereka. Seperti acara-acara yang masuk ke sekolah-sekolah, para pemain Persipon bisa melakukancoaching clinic, pertandingan mini soccer, kegiatan seperti mengajarkan hidup sehat ke sekolah-sekolah. Anak-anak sekolah jadi belajar dari pemain bolanya langsung peserta Divisi Utama LPI. Salah satu poinnya adalah mendekatkan anak-anak ke idola mereka. Diharapkan  hal ini akan menjadi salah satu kesan yang akan membekas bagi para anak-anak. “Aku pernah ketemu dengan Kurniawan”, “Aku pernah main bola dengan Kurniawan”, “Nanti aku akan jadi pemain bola seperti Kurniawan”. Saya mencontohkan idola dengan Kurniawan karena dia termasuk salah satu yang bisa menjadi ikon klub. Bisa saja klub juga mengenalkan pemain-pemain lokal yang tidak kalah jago dengan membagi tugas siapa-siapa saja yang ke sekolah A dan sekolah lainnya. Pengenalan pemain lebih merata di sekolah-sekolah. Bisa juga diadakan meet and greet  semua pemain di suatu hari di sekolah-sekolah. Siswa sekolah mana yang tidak senang ada tamu datang dari luar, apalagi ini Persipon yang biasa hanya dilihat di lapangan.
Saran kelima, konsepnya adalah pendukung punya tempat kumpul. Sarannya bisa dua, satu basecamp organisasi pendukung resmi Persipon. Sebagai tempat kordinasi pendukung dan tempat sekedar kumpul-kumpul sesama pendukung. Maaf, sampai saat ini saya kurang tahu ada di mana dan apa namanya. Syukur kalau sudah ada semoga bisa lebih digiatkan dan jika belum ada semoga ini bisa menjadi gagasan yang bermanfaat. Saran kedua untuk tempat kumpul seperti disinggung sebelumnya mengenai kopdar, bisa saja dibikin sebuah kafe bertajuk “Kafe Persipon”. Kafe bisa didesain dengan warna kebanggan Persipon Hijau-Kuning. Selain itu, di dalam terdapat foto-foto pemain legendaris lengkap dengan tanda tangannya. Pemain-pemain yang saat ini mengisi tim juga tidak lupa dipajang. Foto tim musim ini juga dipajang untuk memperlihatkan saat ini siapa saja pemain dan tim pelatih Persipon. Bisa juga dibuat semacam display sejarah jatuh bangun Persipon sampai sekarang. Prestasi-prestasi yang pernah diraih oleh Persipon juga tidak ada salahnya dipajang. Konsep kafenya menurut saya bisa dimulai dengan standar kafe tapi dibuat lebih elegan dan harga yang tidak terlalu mahal. Orang Pontianak sukangopi dan ngumpul kan? Kalau dikemas menarik bukan tidak mungkin dapat menjadi salah satu ikon yang menunjukkan Persipon itu ada di Pontianak. Kafe ini juga menjual pernak-pernik Persipon.
Kemudian, ada usulan juga dijual merchandise resmi Persipon bekerjasama dengan toko-toko buku atau toko-toko olahraga yang ada di Pontianak. Bisa berupa jualan sticker, gantungan kunci, bolpen, notes untuk toko-toko buku dan jualan jersey atau syal untuk toko-toko olahraga. Intinya, Persipon ada di mana-mana dan tidak hanya dijumpai di lapangan atau di sekitar lapangan saja. Ide ini juga bisa dibarengi dengan pembuatan “Official Store Persipon”. Konsep ini bisa juga sekaligus dibarengi dengan “Kafe Persipon” di mana ada kafe ada juga toko.
Ketujuh, Pontianak setiap minggu punya acara seperti Car Free Day atau tempat kumpul seperti GOR. Ini bisa dimanfaatkan pendukung atau pengelolaofficial store untuk jualan merchandise. Saya pernah berkeliling di sekitar GOR dan ada yang menjual jersey klub-klub liga Eropa, tapi yang menjual jersey Persipon atau pernak-pernik Persipon belum saya temukan.  Bisa juga penyedia Kafe Persipon membuka lapak di sini. Intinya sama dengan poin-poin sebelumnya, Persipon ada di mana-mana.
Terakhir salah satu ide saya adalah diadakannya lomba tentang Persipon. Lomba ini bisa diadakan untuk berbagai jenjang umur dan dapat berupa lomba  menulis artikel, menggambar, melukis, membuat poster, lomba grafiti, membuat jingle Persipon atau desain t-shirt. Hasil lomba bisa dipajang di stadion atau diadakan pameran di Mega Mall. Membuat orang mencari tahu dengan mengikuti lomba ini serta mengembangkan kreatifitas masyarakat Pontianak. Lomba ini bisa menjadi tambahan ide-ide segar yang belum terpikirkan untuk mempromosikan Persipon. Jadi, masyarakat juga ikut dilibatkan dalam membangun Persipon.
Saran-saran ini pada intinya bertujuan untuk membuat masyarakat Pontianak cinta dengan Persipon. Caranya adalah dengan semangat Persipon ada di mana-mana dekat dengan pendukung dan Persipon tidak hanya ada di lapangan. Semoga sumbangan ide saya ini bermanfaat dan bisa menggugah pembaca untuk mencintai Persipon dan menyebarkan kecintaan tersebut supaya Elang Khatulistiwa bisa terbang lebih tinggi.

Oleh  D. Sudagung
21 Mei 2013

26 May 2013

Kota Itu Kamu

Saat aku berjalan terlalu jauh 
Meninggalkan kota itu
Mencari-cari cinta seindah cahaya

Aku sempat melupakan keberadaan kota itu
Aku terlalu gila akan pencarian
Terlupa bahwa cinta itu ada di kota itu

Cinta seindah cahaya itu ternyata kamu
Kamu yang menungguku pulang
Kamu yang meneteskan air mata karena kepergianku

Cinta itu dekat layaknya rusuk pada jantung
Ia yang membuatku nyaman untuk pulang
Ia yang menyadarkan kalau ada kamu di kota itu
Terima kasih karena masih menyimpan cinta untukku di kota itu

Oleh D. Sudagung
26 Mei 2013

Bukan Aku Tak Ingin

Bukan aku tak ingin menuliskan puisi untukmu
Kamu begitu indah untuk dilukiskan
Tak  akan cukup deretan kata
Tak akan cukup bait puisi

Bukan aku tak ingin mencipta lagu untukmu
Cintamu begitu indah untuk dirasakan
Ijinkanku menikmati dengan mata
Ijinkanku mencintaimu dengan hati

26 Mei 2013
Oleh D. Sudagung

24 May 2013

Tongkrongan Warung Kopi

Kepolosan
Keruwetan
Keduanya ditabrakkan
Dipikirkan
Direnungkan
Adakah ia berujung?
Akankah ia beranjak dari tongkrongan kita?
Di warung kopi
Di tongkrongan ini kita saling berpikir dan saling berceloteh

Oleh D. Sudagung
15 Maret 2013

Keseharian, Pengalaman, dan Pelajaran-pelajaran Baru

Sampai dengan beberapa bulan terakhir ini saya mengikuti sebuah kegiatanextention course bernama Everyday and Cultural Life di kampus Filsafat dan Budaya UNPAR. Saya direkomendasikan oleh salah seorang keluarga saya yang menurut saya sangat luas wawasannya. Pada awalnya saya berpikir apa salahnya dicoba karena ilmu mungkin bisa datang dari mana saja. Bahasa kasarnya “iseng-iseng” mencari ilmu. 
Suatu pelajaran baru di tempat yang baru buat saya terutama di kampus orang lain. Suatu kajian keilmuan yang selama saya kuliah merupakan salah satu yang bobotnya terberat. Terberat dalam arti keluasan cakupan ilmunya dan cara mempelajari ilmunya. Menurut pemahaman saya mempelajari filsafat adalah kegiatan bertanya-tanya. Meskipun demikian sampai saat ini (pertemuan ke-8) saya belum bertanya secara langsung kepada pemateri.
Acara ini dilakukan setiap hari Jum’at pukul 18.30. Para pemateri pun beragam, meskipun sejauh ini hanya 1 orang yang saya tahu, yaitu Ridwan Kamil. Pemaparan materi setiap minggunya berbeda-beda sudut pandang dengan satu tema yaitu “Keseharian”. Perjuangan para pencari ilmu dari Jatinangor setiap sore antara pukul 5 ke atas menuju Bandung. Jangan bayangkan jauh, macet, dan jika hujannya. Ini sekedar info selingan.
Pada pertemuan pertama saya mendapatkan suatu ilmu yang baru. Pernahkan Anda membayangkan ada sekelompok orang-orang yang membahas “kehidupan sehari-hari” secara keilmuan? “Keseharian” yang biasa kita hanya tahu sebagai rutinitas, seperti saya makan, saya minum, saya belajar, saya bekerja, dan sebagainya itu. Pada pertemuan pertama itu dikupas secara mendalam apa itu “keseharian”. “Keseharian” yang dibahas justru berbeda dengan yang biasa kita tahu. “Keseharian” yang natural adalah yang terjadi saat ini dan ia tidak akan terulang. Ada unsur spontanitas. Diistilahkan oleh Prof. Bambang Sugiharto dengan “the now”. 
Bahkan untuk menjelaskan “keseharian” ini bisa dengan beberapa sudut pandang para tokoh, seperti George Simmel, Walter Benjamin, Henri Lefebure, dan Michel de Certeau. Siapa ini nama-nama yang disebutkan di atas. Bagi saya ini asing, tapi ini jadi hal yang baru yang membuat saya berpikir “O, begitu”. 
Satu hal yang menjadi fokus pertemuan pertama itu adalah “Keseharian vs Modernitas”. Seperti yang saya sebutkan di atas, “keseharian” itu yang saat ini dirasakan dialami. Sedangkan modernitas membawa suatu mekanisme sistem yang membuat kita melakukan rutinitas-rutinitas, contohnya sistem pekerjaan, sistem belajar, sistem komunikasi, teknologi, dan sebagainya. Kesemua sistem ini menuntut Anda untuk melakukan kuantifikasi dengan mengesampingkan kualifikasi. Ada rutinitas yang membuat kita tidak sempat menikmati kualitas saat ini atau the now. Bahkan sesuatu yang kita alami itu membanjiri diri kita tanpa sempat dirasakan. Dikatakan belum selesai kita menonton tv kadang kita sudah harus melakukan panggilan telpon. Atau belum selesai memikirkan jawaban pertanyaan yang satu, kita sudah harus memikirkan jawaban pertanyaan lainnya. Belum selesai pekerjaan yang satu sudah harus mempersiapkan pekerjaan lainnya. Semuanya itu begitu saja berlalu tanpa ada sesuatu yang bermakna dalam keseharian kita.
Meskipun disodorkan suatu solusi untuk menikmati “saat ini” itu dengan menulis pengalaman Anda, tapi saat Anda menulis itu bukan suatu hal yang saat itu Anda rasakan. Dengan Anda menulis pada saat merasakan “saat ini” pun itu berarti Anda mengganggu proses “kekinian” itu. Tapi, setidaknya dengan menulis pengalaman Anda setelah merasakan waktu “saat ini” ada suatu sarana untuk kita mengingat waktu-waktu yang pernah kita nikmati. Dalam bahasa yang praktis kita melukiskan kembali momen yang berarti yang kita rasakan. Momen berarti ini bisa momen paling membahagiakan atau yang paling menyedihkan dalam satu hari Anda.
Pernahkah Anda sekarang benar-benar menikmati waktu yang ada saat ini tanpa terganggu oleh pikiran-pikiran lainnya? Pernahkah ada suatu “waktu” yang membuat Anda merasakan diri kita lepas dari rutinitas yang itu-itu saja? Momen berarti apa yang Anda rasakan hari ini? 
Satu kalimat yang menarik pada pertemuan tersebut adalah “Kita terlalu banyak mikir, jadinya semua menjadi masalah”. Mungkin yang dimaksud di sini adalah kita berhak menikmati waktu saat ini tanpa perlu memikirkan ada apa nanti di depannya. Dalam bahasa yang lebih religius bisa dikatakan kita mensyukuri waktu saat ini. Dengan rasa syukur ini kita menjadi orang yang lebih bisa merasakan apa yang kita dapati. Kita tidak sekedar menjadi orang yang melakukan rutinitas secara jumlah, tapi ada kualitas peristiwa-peristiwa yang kita rasakan. 
Bisa jadi momen-momen itu memberikan kita pelajaran, baik itu lewat peristiwa yang baik maupun buruk. Bisa jadi juga peristiwa kita yang pernah kita alami dan kemudian kita bagi dengan orang-orang menjadi pelajaran untuk orang lain. Satu kalimat lagi yang saya kutip hari itu dari salah satu peserta diskusi adalah “Aku bisa merasakan hidup 100 tahun karena aku mengetahui pengalaman yang dirasakan oleh orang-orang lain. Pengalaman-pengalaman itu menambah pengetahuan aku walaupun tidak aku alami.”

Oleh D. Sudagung
24 Mei 2013

20 May 2013

Logika Cinta

Cinta datang bukan memilih
Cinta datang karena ia terpilih
Untuk ia terpilih maka penempaan cinta bukanlah mudah
Tidak semua kisah cinta berjalan dan berakhir indah
Tiada cinta tanpa melangkah
Tiada pula cinta tanpa pengorbanan
Karena cinta hanya tahu 1 logika, kamu yang aku cinta

7 Mei 2013
Oleh D. Sudagung

Biar Cinta

Kamu datang saat ia membutuhkan senyuman
Kamu hadir ketika ia menanti bahagia
Denganmu ia menikmati tersenyum
Denganmu ia larut dalam bahagia
Sungguh indah rahasia Tuhan
Meski hanya lewat tulisan kamu kembalikan senyumnya
Biarlah cinta seperti ini
Biarlah ia mengisi hatimu dan hatinya

8 Mei 2013
Oleh D. Sudagung

15 May 2013

Berdamai dengan Kenangan

Susah menghilangkan kenangan 
Hati membuatkan tempat-tempat untuk kenangan
Saat ingin melangkah, ia kembali tertarik ke belakang
Terlalu banyak memori tentang dia
Terlalu banyak cerita kami

Kenapa hati ini berat melangkah?
Saat melangkah pun masih terbawa kepingan itu
Biarkan aku berdamai dengan kenangan
Supaya ku tenang melangkah

7 Mei 2013
Oleh D. Sudagung

Setengah Hati Milik Kekasih

Membelah malam tiada berbintang
Dengan menuntun langkah ia berkelana
Dari ujung timur menuju barat
Sang Penyair mencari kisahnya

Gelap tanpa suara
Ia berjalan menggores kisah
Mimpinya menunggu di akhir perjalan
Bersama cintanya yang lama hilang

Kerasnya suasana malam tiada arti
Lengkingan serigala dan tawa burung hantu tiada membuat ciut
Ia masih berjalan bertopang pada harap
Dengan menggenggam setengah hati milik kekasih
Hati ini yang melindungi
Hati ini yang menguatkan
Hati ini yang ingin ia berikan pada pemiliknya nanti

12 Mei 2013
Oleh D. Sudagung

Dia, Tuhan, dan Bidadari-Nya

Hanya ada bunyi besi beradu
Hanya ada siulan angin
Inilah malam sunyi pengelana

Hanya ada nyala lampu
Hanya ada baris kursi
Ini suasana di tengah perjalanan

Rebah ia pada sudut kereta 
Matanya meredup mengikuti badan yang melemas
Hari yang melelahkan hingga akhirnya ia ada di sini

Sempat terbangun mata itu
Menatap ringan sektarnya
Aku masih hidup
Tapi aku sepi
Meratap ia pada Tuhan
Perlahan ia berbicara dengan Tuhan
Sedikit demi sedikit hatinya ramai

Tiada sunyi ia ratapi 
Tiada sepi yang ia keluhkan
Tiada hening yang ia sesalkan 
Tuhan datangkan bidadarinya tepat di samping pengelana
Betapa indah ia
Betapa cantik ia
Dan betapa mengagumkan ia

Hati ini tertambat pada bidadari itu
Pertemuan pertama mereka mengubah dunia
Dunianya tidak lagi hitam dan putih
Dunianya menjadi berwarna
Dunia yang indah dengan dia, Tuhan, dan bidadari-Nya.

12 Mei 2013
Oleh D. Sudagung

03 May 2013

Kata-kata Memiliki Hati

Ini hanya sebaris kata
Tiada berarti
Tanpa mempunyai makna
Ia melangkah mengikuti ketukan jari
Ia datang dari salah satu sudut otak
Ia juga didorong suasana hati
Saat hati tiada berdamai dengan pemilik otak, tulisan ini mati
Saat hati begitu mesra dengan otaknya, hiduplah tulisan ini dengan gagah

Rangkaian kata ini sekarang tidak berhati
Karena hatinya tidak berpemilik
Kata-kata ini bertualang sendiri tanpa arah
Ia ingin kembali pulang
Pulang ke hati yang memilikinya

Sembari berjalan ia bersyair
Menjelma menjadi sajak
Berubah menjadi lirik dan bait
Sekali lagi ia tidak kembali menjadi kata-kata yang memiliki hati

Hanya mengikuti arah hembusan angin
Mengalir di aliran sungai
Menari-nari di atas ombak

Di manakah tempatnya berpulang?
Di manakah pemilik belahan hati itu?
Di manakah kata-kata ini akan kembali memiliki hati?

04 Mei 2013
Oleh D. Sudagung