19 November 2009

Belajar dari Cinta Buta

Sebuah ilmu yang didapatkan dari sebuah diskusi seorang teman. Sebuah kalimat konklusi muncul, "Kalau lw udah ngejalanin cinta buta lw, maka lw akan lebih bijak dan logis dalam menghadapi cinta lw selanjutnya."

Pertama, kita definisikan dahulu cinta buta. Cinta buta pada dasarnya adalah kondisi dimana kita mencintai seseorang dan rela berbuat apa saja untuk orang tersebut. Contohnya, kita diminta untuk datang pada suatu acara di Bandung untuk menemani dia, padahal kita sedang berada di Jatinangor. Tanpa pikir panjang, karena udah 'cinta' kita langsung menuju ke Bandung menemui dia. Hal ini berulang-ulang paling minimal sekali setiap minggunya dengan alasan yang bervariasi. Seribu satu cara dan alasan untuk 'go on trip' berdua. (Well, kayaknya pasangannya setia banget nih!)

Kisah Romeo dan Juliet yang sering kita dengar atau bahkan kita tonton di TV, memperlihatkan betapa manusia yang memiliki otak mendadak seolah menjadi makhluk yang tidak mempunyai otak. Juliet yang meninggal karena meminum racun dan Romeo yang menembak kepalanya sendiri. Hanya karena cinta mereka ditentang oleh kedua belah pihak keluarga. Lantas mereka memilih mati bersama daripada dipisahkan cintanya. (Ini adalah kalangan ekstrimis cinta yang rela mati atas nama 'cinta')


Memang terkesan bodoh, tapi kalau udah cinta mau gimana lagi cuy. Kata orang-orang "love is blind". Tapi, buat orang-orang yang lagi tesengat oleh magnet 'cinta' itu merupakan hal yang biasa-biasa saja. Toh, mereka "fun-fun" aja dengan keadaan tersebut. Hitam menjadi putih, lapar menjadi kenyang, pahit menjadi manis, dan serasa dunia berubah menjadi lebih indah.

Hiperbolis, mungkin saja. Tapi, begitulah rasanya saat sudah disengat panah cinta.

Namun, pernahkah kita tersadar sesaat tentang yang kita lakukan itu? Pernahkan kita merenung, menimbang baik dan buruk dari cinta yang kita jalani ini? Untuk yang sedang di'mabuk' cinta, mungkin mereka belum sempat memikirkan hal ini. Namun, ketika berada pada titik akhirnya dan saat cinta itu harus berakhir mungkin baru muncul pikiran-pikiran kalau yang telah kita lakukan ternyata konyol juga ya? Cuma karena 'cinta' kita rela melakuin apa aja atas nama 'cinta'.

Pada tahap ini mungkin kalimat teman saya mulai sedikit tersentuh. Kita menjadi bijak dan logis. Penjelasannya kira-kira seperti ini. Manusia selalu belajar dari kesalahan dan pengalaman yang lalu. Lantas karena dia telah sadar kalau ternyata 'cinta buta' itu banyak ruginya, mulai dari waktu, biaya, dan sebagainya. Seperti contoh dua cerita cinta yang saya kisahkan di atas.

Mungkin secara logis kita berpikir, kenapa kita rela hampir setiap minggu pulang balik Bandung-Jatinangor hanya untuk sekedar bertemu, bercengkrama, atau berbincang dengan sang pacar. Akankah lebih baik jika waktu itu kita gunakan untuk melakukan hal yang positif lainnya, contohnya mencari bahan bacaan yang bisa menambah ilmu. Atau mengadakan kegiatan seperti diskusi bareng teman. Atau untuk yang jarang bersih-bersih, bisa saja mengisi waktu luang untuk beres-beres kostan. Setidaknya hal ini lebih baik daripada berduaan saja dengan tujuan hanya bertemu, bercengkrama, dan berbincang-bincang.

Untuk kisah kedua, bisa dikatakan hidup itu lebih mahal daripada cinta bro! Bunuh diri (mati bersama) tidak menyelesaikan masalah. Bayangkan berapa banyak orang yang sedih dengan kematian kamu. Orangtua dan keluarga tentunya jadi pihak yang paling terpukul. Banyak hal positif lainnya yang bisa kita lakukan daripada memilih untuk mati bersama karena cinta. Positif thinking aja,bro! Karena belum tentu dia yang sekarang kita pilih, merupakan pilihan dari Tuhan (jodoh).

Jadi, ketika kita menghadapi 'cinta' lagi yang kita lakukan adalah bersikap bijak dan logis sehingga tidak terulang lagi 'cinta buta' tadi. Pergunakan akal dan pikiran dengan bijak karena itu adalah hak dari akal dan pikiran kita.


No comments: