15 September 2009

Belajar Bersyukur

Oleh : Fatih Beeman

Seorang pemuda tengah termenung di tengah taman. Sungguh, taman yang indah dengan aneka warna bunga itu tak sepantasnya membuat si pemuda menekuk wajahnya. Kegembiraanlah yang seharusnya menjadi miliknya. Entah, apa yang ada di kepala si pemuda.

Sedang termenungnya ia, datanglah seorang kakek menghampiri. Si pemuda tidak menyadari, dari mana sebenarnya si kakek ini.

“Wahai anak muda, apa yang tengah engkau lakukan di sini? Aku perhatikan, tak segurat pun bahagia di wajahmu. Ada apa gerangan?”

Si pemuda mendongakkan wajahnya. Tatapannya kosong. Ia kembali menundukkan muka.

Si kakek tersenyum bijak, lalu berkata, “Anak muda, di dunia ini terlalu banyak kebahagiaan jika dibanding dengan kedukaan. Apa masalahmu?”


Si pemuda menghela napas. Ia lalu menatap si kakek.

“Aku punya masalah memang. Dan aku tidak yakin, aku bisa menyelesaikannya.”

“Masalah apa? Tidak ada satu pun masalah yang Allah tidak menyertakan penawarnya,” si kakek mencoba mengusik motivasi si pemuda yang sedang limbung.

“Adik perempuanku, menginginkan kupu-kupu yang indah.”

“Lho, bukankah ada banyak kupu-kupu di taman ini? Dan semuanya memiliki warna dan corak yang indah.”

“Aku tidak bisa menangkapnya, kek.”

“Apa engkau sudah mencobanya?”

Si pemuda menggeleng.

“Jangan dahulu engkau katakan tidak bisa sebelum engkau mencobanya. Ayo bangun, dan tangkaplah kupu-kupu mana yang engkau sukai!” si kakek mnggelorakan semangat.

“Kakek tidak lihat, jalan saja aku memakai tongkat. Apalagi harus lari-lari mengejar kupu-kupu itu!” si pemuda sengit.

“Cobalah dulu!” si kakek tak kalah sengit.

Terbakar kata-kata si kakek, maka si Pemuda pincang pun bangkit. Sambil terpincang-pincang, ia kejar kupu-kupu di tengah taman. Sampai taman itu rusak dibuatnya.

Si pemuda akhirnya menghentikan aksinya. Napanya ngos-ngosan. Sementara si Kakek tersenyum penuh simpul.

“Kakek lihat, aku tidak bisa menangkap kupu-kupu itu.”

“Hai anak muda, maukah engkau kuajari bagaimana cara menangkap kupu-kupu?”

“Kakek bisa?”

Si Kakek tak menghiraukan si pemuda. Sambil tersenyum ia melangkahkan kakinya ke tengah taman.

“Kakek mau ke mana?”

“Kakek mau menangkap kupu-kupu.”

Maka diperhatikanlah tingkah si Kakek oleh si Pemuda. Namun, si Kakek tidak melakukan apa-apa. Ia tidak berlari-lari selayaknya si Pemuda tadi. Si Kakek hanya mematung di dekat bunga yang tumbuh di tengah taman.

“Katanya mau menangkap kupu-kupu, kenapa diam?”

Si Kakek tersenyum. Ia berdiam untuk beberapa waktu, sementara si Pemuda kesal dibuatnya. Akan tetapi rasa kesalnya itu berangsur memudar setelah dengan ajaibnya, seekor kupu-kupu dengan corak dan warna yang indah menghampiri dan hinggap di tangan si Kakek. Dan perlahan, kupu-kupu itu ditangkap oleh si kakek.

“Bagaimana caranya, kek? Kakek punya ilmu apa sehingga bisa dengan mudah menangkap kupu-kupu. Aku saja tadi yang berlari ke sana ke mari tidak berhasil. Sementara kakek dengan diam saja bisa menangkapnya. Ajari aku!”

Si Kakek tersenyum.

“Anak muda, tidak selamanya yang kita inginkan itu akan dapat kita capai walau pun kita dengan susah payah mengejarnya. Apa yang kita inginkan, sungguh akan datang dengan sendirinya tanpa kita mengejarnya, asalkan kita telah benar-benar siap menerimanya!” pesan si Kakek bijak.

Si Pemuda termenung. Ia cerna betul-betul kalimat si Kakek.

Setelah mencerna kalimat si Kakek, si Pemuda pun mencobanya. Ia berjalan ke tengah taman, dan berdiam beberapa waktu. Tak lama setelah itu, seekor kupu-kupu jelita hinggap di tangannya. Dan ia, kemudian menangkapnya.** (dari buku Beginilah Seharusnya Hidup karya Fatih Beeman)

HIKMAH

Kesiapan. Inilah yang menjadi strength point dalam kehidupan kita. Segala bentuk karunia, yang mewujud dalam sebuah cita-cita, adalah bumbu kehidupan yang terus kita kejar agar bisa dikecap. Namun ada kalanya, kita kehilangan rumus bagaimana mendapatkannya.

Tetapi, ada satu ketentuan yang selama ini terlupa; bahwa segala karunia itu bisa diundang tanpa kita bersusah-susah mengejarnya. Karunia—yang menjadi cita-cita—akan datang sendiri manakala kita telah benar-benar menyiapkan diri untuk memilikinya. Bukankah Allah, hanya akan menurunkan anugerah atau pun musibah kepada hamba-Nya yang benar-benar mampu?

Maka rumus hidup adalah, ketika kita ditimpa ujian, itu semata-mata karena kita telah benar-benar siap menanggungnya. Dan ketika anugerah yang kita inginkan tidak juga datang, coba kita bertanya kepada diri kita sendiri, apakah kita telah benar-benar siap untuk menerimanya?

Berarti sekarang, tugas kita adalah bagaimana menjadi magnet karunia. Apabila kita telah menjadi magnet, maka karunia yang di langit maupun yang di dalam bumi akan tersedot menuju kita.

Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana menjadi magnet karunia? Mari kita berkaca kepada kisah di atas, tentang Anak muda yang mengingini kupu-kupu. Ada dua perlakuan yang ia lakukan; pertama ia mengejar mati-matian agar mendapat kupu-kupu. Hasilnya, tak satu pun kupu-kupu yang ia dapatkan. Malahan, bunga-bunga yang tumbuh di taman itu rusak adanya. Sementara perlakuan yang kedua, si Pemuda berdiam diri di tengah taman, dan tidak lama kemudian apa yang ia impikan datang menghampiri.

Di sini ada ketenangan dan kesabaran, juga ketergesa-gesaan dan nafsu untuk segera memiliki. Dan di sini juga digambarkan efek dari dua sifat tersebut. Dengan tenang dan sabar, segala sesuatu bisa didapatkan. Tetapi dengan sifat ketergesa-gesaan, lelah yang didapatkan tanpa ada imbalan.

Berapa banyak kisah yang menceritakan tentang bagaimana orang-orang yang sabar mendapatkan buah dari kesabarannya. Yusuf alaihissalam, menjadi seorang bendahara negara kenamaan, setelah ia bersabar dan tenang menyikapi ujian yang datang padanya melalui Zulaikha. Zakaria alaihissalam, yang oleh karena kesabarannya Allah kemudian memperkenankannya memiliki keturunan meski telah berusia lanjut. Dan Muhammad Saw., seluas langit dan bumi kesabarannya hingga kedamaian yang ia genggam bisa ia tebar di seantero jagat hingga kini.

Maka kita, adakah lembar kesabaran dalam diri kita? Kalau ada, berapa banyak? Mari menjadi orang-orang yang sabar. Karena Allah berjanji dalam kitab-Nya, bahwa Dia akan selalu membersamai orang-orang yang bersabar. Kalau Allah sudah bersama, maka keinginan macam apa yang tidak akan diberikan-Nya?

-dikutip berdasarkan pesan dari group DSA (Dompet Sosial Ash Shofwah)-

310809

No comments: