29 November 2013

Pengamatan Si Pengukur Jalan

Pernahkah kita memperhatikan kondisi di jalan raya akhir-akhir ini?

Saya dalam satu tahun terakhir berpikir-pikir atas apa yang saya amati dari rutinitas berkendara di Kota Bandung dan sekitarnya. Adalah fakta bahwa aturan-aturan di jalan semakin ditinggalkan, tanda tidak boleh parkir, tanda tidak boleh stop, dilarang memutar, menyebrang jalan sembarangan, menerobos lampu merah, tidak mengenakan helm, melawan arus, dan sebagainya.


image


image


image


Suatu hal yang menjadi perhatian saya adalah mengenai hubungan pejalan kaki dan pengendara kendaraan bermotor. Sering sekali saya temui pengendara motor dan mobil tidak memberikan hak pada pejalan kaki untuk menyebrang. Jangankan untuk pejalan kaki, sering kali sesama pengadara kendaraan tidak mau mengalah. Hal ini sudah menjadi kejadian yang sering terjadi menunjukkan bahwa sesama pengguna jalan saling tidak menghormati.

Namun, satu hal yang unik dan menarik perhatian saya dari hubungan pejalan kaki dan pengendara kendaraan adalah pejalan kaki juga terkadang tidak menghargai pengguna jalan yang lain atau bahkan dirinya sendiri. Pernyataan ini muncul di benak saya saat saya sering melihat kejadian orang-orang yang menyebrang sembarang tempat, orang-orang yang menyebrang di lampu merah saat lampu lalu lintas berwarna “hijau”.


image


Untuk kejadian yang pertama, dalam beberapa kasus saya melihat masalahnya bisa muncul karena dua hal. Pertama, kebiasaan dari orang-orang yang mengabaikan zebra cross dan jembatan penyebrangan. Ada kecenderungan “ngoboi” atau semau-maunya di jalan, dan tidak hanya dilakukan oleh pengendara motor tapi juga dilakukan oleh pejalan kaki. Kedua, dalam beberapa kasus pejalan kaki tidak diberi tempat untuk menyebrang jalan. Salah satu yang saya perhatikan adalah jarak antar zebra croos terlalu jauh. Kalau mau menyebrang harus berjalan agak jauh sehingga tidak praktis, mungkin ini yang ada di benak beberapa pejalan kaki. Saya mengamati dari mulai zebra cross di depan kampus IKOPIN, Jatinangor, sampai dengan depan kampus UNPAD, Jatinangor tidak tedapat zebra cross. Logisnya, muncul pertanyaan bagaimana mahasiswa UNPAD menyebrang jalan jika tidak ada zebra cross? Bukankah ini artinya kita mengambil hak perlindungan bagi para penyebrang jalan?

Kejadian yang kedua adalah salah satu kejadian paling unik yang membuat saya berpikir bahwa pejalan kaki juga sudah tidak teratur di jalan. Tertular oleh kebiasaan para pengguna motor dan mobil yang cenderung melanggar lampu lalu lintas. Beberapa kali saya melihat orang-orang yang menyebrang saat lampu lalu lintas berwarna hijau. Seolah-olah karena menganggap mendapat hak special di jalan, mereka menggunakan kekuasaan itu untuk melanggar aturan.

Jika kita melihat kejadian-kejadian yang terjadi di jalanan yang semakin padat, macet, dan tidak teratur dapat saya tarik satu kesimpulan bahwa pengguna jalan tidak sabaran. Ketidaksabaran ini yang membuat kita tidak menghargai pengguna jalan yang lain. Untuk itu kita harus mulai mengintrospeksi diri. Apakah kita semua tidak mendambakan jalan yang lancar dan teratur? Lantas apa yang bisa kita ubah dari perilaku kita saat ini?

Upaya pertama adalah mengembalikan kembali budaya saling menghargai di jalan. Semua pengguna jalan memiliki haknya yang harus kita hargai. Sikap saling menghargai ini harus diterapkan kembali dalam diri kita masing-masing.

Lantas, untuk masalah penyebrangan jalan apa yang dapat kita lakukan? Suatu ide yang saya rasa bisa diterapkan dalam menyikapi hal ini adalah menggalakkan budaya menyebrang pada tempatnya. Pada tempatnya berarti tempat dalam arti fisik dan tempat dalam arti waktunya. Zebra cross dipertimbangkan lagi jarak dan penempatannya sehingga pejalan kaki diberikan haknya untuk menyebrang. Jika jalan tersebut dirasakan terlalu berbahaya untuk disebrangi, ada baiknya jembatan penyebrangan dibuat seperti di depan kampus UNPAD.

Kemudian, yang kedua adalah mempromosikan budaya menyebrang yang baik. Kita bisa mulai dengan memberikan plang “menyebrang di sini” di setiap tempat penyebrangan jalan. Kita mulai dengan ajakan dan jangan lupa dengan mulai merubah diri kita. Satu kalimat yang sangat bagus adalah “Kalau mau merubah dunia, jangan lupa untuk mulai dengan merubah diri sendiri.” Kalau satu per satu kita sudah bisa membudayakan tertib, kita tunggu waktunya langkah-langkah kecil itu menjadi ombak yang menggulung dan merubah kebudayaan tidak teratur saat ini.

Oleh D. Sudagung
5 November 2013

No comments: