Berdasarkan statistik di halaman blogger saya, muncul satu fenomena.
Tulisan saya di setiap tahun ganjil selalu lebih banyak dibanding
tulisan saya di tahun genap setelahnya. Kenapa? Fenomena apa yang
terjadi di setiap tahun genap 8 tahun terakhir?
Secara garis besar tahun 2008 dan 2010 saya terlalu sibuk dengan
seseorang (lebih tepatnya seseorang di masing-masing tahunnya). Merajut
mimpi bersama kala itu. Menyusun rencana-rencana besar bersama. Hingga
terlena dengan dunia mimpi itu dan lupa untuk menulis di dunia nyata.
2008 juga adalah masa awal saya menjelajahi kota ini, ya kota di mana
semua mimpi saya di mulai. Tersesat di dunia khayal baru, menemukan
dunia baru di luar sini, menemukan teman-teman baru, menemukan kami yang
baru. Di tahun ini saya mulai menggantungkan mimpi. Mungkin itu satu
alasan kenapa tulisan berhenti. Hanya alasan, tidak lebih dari itu.
Bukan pembelaan atas kemalasan saya saat itu. Saya hanya terlena dan
terlupa.
Sedangkan 2010, saya memulai mimpi yang baru. Mimpi dengan seorang
yang baru. Mimpi dengan dia yang benar-benar berawal dari sebuah
perjumpaan. Awal perkenalan kami yang entah dari mana jalannya kami bisa
bertemu. Tuhan selalu punya misteri dalam setiap langkah-langkah kita.
Di awali tidak saling mengenal sampai dengan akhir tahun sebelum
masuknya tahun 2010, hingga seperti kata saya kami mulai bermimpi
bersama. Dunia saya saat itu hanya dia dan kami. Lagi-lagi terlupa akan
dunia saya di tulisan-tulisan. Saya terlalu menikmati keindahan masa
kami.
Di tahun genap ketiga, 2012, adalah masa merenungkan diri. Awal tahun
yang buruk (atau baik) entah dari sudut pandang yang mana saya
melihatnya. Biar Tuhan saja yang tahu jawabannya, karena jawaban manusia
belum tentu setepat jawaban Sang Pencipta. Sesaat saya kuat saat itu,
hingga bulan ketiga datang dan saya sadar saya sangat lemah.
Bayang-bayang dia, bayang-bayang mimpi-mimpi kami selalu hadir. Entah
itu rasa bersalah atau itu rasa penyesalan yang datang. Seolah setiap
sudut kota menertawakan saya. Jatuh dan bangun menyusun kembali hati
yang saya hancurkan sendiri. Entah di hati itu nantinya akan muncul
namanya atau kosong menyisakan ruang untuk sebuah nama yang baru. Di
tahun ini, saya mengerti arti mencintai. Saat kita mencintai tanpa tahu
cinta itu terbalas, dan yang kita tahu hanya mencintai. Bahkan ingin
rasanya menghampiri cinta itu, tapi tak pernah bisa. Hey Braga simpan
baik-baik kisah kami di hatimu.
Tapi, di tahun 2012 juga saya mengerti arti dari “tidak ada yang
kebetulan di dunia ini”. Berharap bayangannya yang dulu pernah hadir
digantikan oleh hati yang baru. Petunjuk itu datang di ibukota.
Terlintas sebuah wajah yang dulu pernah saya kenal. Wajah yang sangat
saya kenal dan orang itu ada di tanah kelahiranku. Lagi-lagi tidak ada
yang kebetulan dalam hidup ini, perjumpaan itu terjadi di akhir Agustus.
Senyumannya tidak berubah. Masih senyum yang dulu pernah ku intip dari
jauh. Kini senyuman itu ada di hadapanku. Meskipun kala itu saya baru
saja dihadang hujan yang begitu deras, tetapi senyumanmu begitu
menghangatkan. Akhir tahun 2012 menjadi indah kembali karena senyuman
itu. Aku kembali menyusun kepingan-kepingan terakhir pada tempatnya dan
mulai menulis nama baru di hati. Perlahan, karena nama yang lama begitu
lekat terukir. Tapi, aku yakin nama baru ini yang akan lebih lekat
memeluk hatiku. Tahun ini juga adalah tahuun penuh petualangan. Hampir 7
tempat atau lebih yang saya datangi dalam setahun. Suatu hadiah yang
baik dari Tuhan untuk menghibur hati yang tercecer.
Setelah tahun-tahun genap, saya kembali akan bercerita tentang
tahun-tahun ganjil di antara tahun genap tersebut. Diawali dengan tahun
2009. Ini adalah tahun di mana momen terjatuh terkeras terjadi di tengah
tahun. Tiada yang menyangka mimpi-mimpi itu hilang tertiup angin.
Meskipun begitu keras kau memegangnya, ia pun melayang juga. Pertama
kalinya merasakan kepingan itu berserakan. Saat itulah saya merasa
teman-teman selalu ada bahkan saat saya sempat melupakan mereka. Terima
kasih kawan, terima kasih sabahat. Tidak ada keinginan menulis saat itu,
hilang sudah terbawa angin. Yang ada hanya langkah yang ingin menikmati
dunia. Tapi, Tuhan begitu baik dengan mempertemukan seseorang lagi.
Seseorang yang asing dan benar-benar baru dalam kisah hidup saya. Orang
yang tadinya hanya dikenalkan dan entah bisikan dari mana hingga aku
berani membukakan hati untuknya. Awal yang baru untuk sebuah kisah yang
baru di kota yang baru. Ini semua sangat baru di akhir tahun 2009. Awal
baru bagi mimpi yang baru pula. Dari tiada menjadi ada, dan semua segera
penuh akan kisahnya. Hidupku yang baru, dengan seseorang yang baru, dan
kisah kami yang baru.
Tahun ganjil kedua adalah tahun 2011. Masa di mana kisah baru itu
berada pada puncaknya. Saat ia berdiri di atas segala puncak kejayaan.
Dan benar kata pepatah, semakin tinggi pohon maka anginnya juga semakin
kencang.Tahun ini juga sebagai pribadi saya berdiri pada suatu titik
terberat dengan suatu amanah besar. Titipan besar dari Tuhan dan
keluarga baru saya. Begitu banyak pelajaran yang saya dapat, hingga saya
rasa ia layak dituliskan. Tidak hanya saya yang layak mendapatkan itu,
tapi orang-orang yang membaca pun layak. Masa-masa penuh kesibukan,
masa-masa saya merasa kembali tidur adalah kembali pada dunia mimpi dan
tidak ingin cepat terbangun. Kisah hati ini juga mengalami pasang
surutnya yang dengan sengaja dan tidak sengaja saya buat. Kesalahan saya
yang merasa paling benar, tapi hatinya bisa memaafkan. Tahun ini adalah
masa-masa menulis sejarah hidup saya, kami, dan kita.
Kini kita sampai pada tahun 2013. Tahun semua cerita berkumpul. Tahun
di mana nyala api kecil di hati dinyalakan dua kali untuk kembali pada
dunia menulis. Disertai lanjutan akhir tahun 2012 yang bahagia hingga ke
awal tahun yang membangkitkan semangat. Jogja banyak menyimpan cerita.
Tahun ini pula saya mengerti arti bersabar. Kadang-kadang sesuatu tidak
akan selalu sesuai dengan keinginan kita. Kadang-kadang waktu tidak bisa
diburu-buru karena keinginan kita. Kesalahan yang saya buat begitu
besar harganya. Mengembalikan lagi masa-masa tersulit dengan hati yang
sempat kosong. Tapi, kini biarkan waktu yang menjalankan perannya. Hati
itu akan menemukan jalan pulang dengan sendirinya, tapi tidak dengan
dipaksa. Kalau hati itu memang milik kita, maka ia akan kembali pada
rumahnya.
Bagaimana akhirnya? Biar waktu yang menjawab.
Oleh D. Sudagung
13 Oktober 2013
No comments:
Post a Comment