Alunan suara biola memenuhi pagi itu.
Dari salah satu jembatan penyebrangan di ibukota. Di bawahnya berjalan tiga
pemuda dengan seribu cita-cita mengisi waktu di akhir minggu. Meskipun
ketiganya tampak berbeda, namun satu yang sama di pagi itu, suara biola itu
membuat mereka berpikir tentang cinta.
Pemuda pertama langsung tersentak saat
ia mendengar alunan musik itu. Bukan karena indahnya saja, tapi karena lagu
yang dimainkan adalah lagu kenangan dengan kekasihnya yang dahulu. Sebuah lagu
yang dulu tiap malam Minggu dimainkan dengan gitarnya. Bahkan lagu itu masih
mengisi hari-harinya sampai sekarang, walaupun sang kekasih sudah jauh pergi
entah ke mana. Seketika dunia serasa berhenti dan putaran waktu pun ikut
berhenti bagi pemuda itu. Hancur semua pertahanannya yang dibuat dari mulai
meninggalkan kota kenangannya menuju ibukota. Ia yang tanpa sadar menghentikan
langkah, lalu hanyut dalam alunan musik itu.
Lain lagi kisah pemuda kedua. Saat lagu
itu mulai berbunyi yang dia lakukan adalah mencari sumber suara merdu itu.
Terkesima dan bahagia. Bagaimana tidak, itu adalah lagu kesukaan sang kekasih.
Merdu sekali. Tiada ada momen yang lebih indah dari pagi ini. Baru saja mereka
bertemu semalam dan sekarang harus mendengar alunan musik seindah ini semakin
membuatnya tersenyum lepas. Berbunga hatinya, dengan pasti ia melangkah menaiki
jembatan penyebrangan itu.
Kini di saat yang sama pemuda ketiga
yang tiada pernah berkekasih melengkapi kisah keduanya. Ia ibarat irisan kedua
kisah di atas. Ia yang sedih karena sampai sekarang tidak berkesempatan
mempunyai kekasih dan ia yang bersemangat untuk mencari seorang kekasih. Saat
suara biola itu mulai berbunyi yang muncul di benaknya adalah perasaan iri
karena dia belum pernah merasakan romansa berdua dengan kekasih. Ia
membayangkan cerita-cerita kawan mengenai masa indah menikmati waktu berdua
dengan alunan musik merdu seperti ini. Hancur remuk, tapi sebenarnya itu tidak
lebih remuk dibandingkan kisah pertama. Ia tidak lama larut dalam alunan lagu
itu karena sejurus kemudian ia mendapatkan aura positif seperti kisah kedua.
“Andaikan aku punya kekasih, pasti indah
menyanyikan lagu ini bersama.”, ujarnya dalam batin.
Sebuah kalimat yang mengembalikan jiwa
si pemuda ketiga pada hari itu. Tegaklah kepalanya memandang dunia dan menaiki
tangga itu. Sambil tersenyum membayangkan wajah kekasih yang samar-samar itu
dia menaiki tangga tanpa beban. Memang tak secepat langkah pemuda kedua, namun
ia juga tak selambat langkah pemuda pertama.
Itulah cinta. Satu rasa yang memberikan
begitu banyak cerita. Hanya karena sebuah gesekan biola yang mengalunkan musik
indah, ia kemudian menjelma menjadi 3 kisah yang menghiasi pagi. Semua bermula
dari sebuah alunan biola.
Oleh D. Sudagung
17 Nopember 2013
No comments:
Post a Comment